DIBALIK PERSIAPAN PILKADA DKI

Setelah isu SARA yang di lemparkan oleh Bang Haji Rhoma Irama kepublik, yang jelas-jelas ingin menjathkan Jokowi-Ahok. Kini isu teror mencekam Solo tepat didepan jadwal pilkada jakarta putaran kedua. Namun cara-cara kotor pihak2 tertentu yang ingin Jokowi Ahok gagal tidak terlalu efektif bahakan meningkatkan popularitas Jokowi.

Pada saat muncul isu SARA yang memfitnah orang tua Jokowi sebagai non muslim. Jokowi dengan tenang menghadapi isu yang secara tidak langsung bertujuan menjatuhkan profilnya di mata umat muslim. Rhoma irama dengan modal info dari internet, yang entah web mana yang dia buka. mengatakan bahwa orang tua JOkowi adalah non muslim. Rhoma berbicara seakan mewakili suara umat Islam di jakarta namun malah kelihatan jika isi ceramahnya menggiring masa pada pembunuhan profil Jokowi. yang bagaimanapun tidak efektif. Sedangkan dengan modal informasi yang gak jelas lebih menampakkan sisi kebodohan tim sukses Foke NAra. Sekarang ini media sedang mengincar berita-berita fenomenal menjelang pilkada jakarta putaran kedua. tentu saja kedua belah pihak harus menjaga sprtifitas persaingan politik.

Sedangkan pihak Foke Nara tidak sabar dengan cara-cara halus yang membutuhkan waktu lebih lama. Sehingga untuk mendongkrak dukungan, dibutuhkan pelemahan di sisi lawan. tentu saja dengan cara2 kotor. Kemudian muncul di media tentang blunder foke yang “mengancam” korban kebakaran di Karet Tengsin dengan kata2 “Sekarang lo nyolok siapa? Kalau nyolok Jokowi mah bangun (rumah) di Solo aja sono” lebih membuktikan siapa Foke sebenarnya.

koalisi dengan partai besar juga menampakkan sisi tekanan dari partai2 tersebut. Dukungan partai besar tidak pernah gratis. mereka menuntut posisi2 strategis seperti jatah KADIN tertentu, karena seperti kita ketahui partai besar membutuhkan kekuasaan untuk memperbesar kapasitas partainya dengan cara merampok uang negara secara legal. ini seperti kata teman saya yang juga anggota partai penguasa, bahwa cara merampok sebuah negara tidak memerlukan perang. tapi jadilah bagia dari negara itu.

Kemudian iso teror baru2 ini di solo juga sempat menimbulkan pertanyaan, kenapa terornya di solo. Sedangkan masyarakat tahu kota solo adalah kota dengan toleransi tinggi secara horizontal. Ini mennimbulkan kesan bahwa setelah dengan cara kotor untuk menjatuhkan Jokowi tidak mempan mereka ,para elit2 yang berkepentingan di Jakarta, sudah semakin tidak sabar dan mulai menggunakan cara2 keras. Lalu kenapa di tempat umum bukan di rumah atau kantor Jokowi. Kemungkinan mereka ingin membuktikan bahwa Jokowi tidak bisa menjamin keamanan kota solo apalagi jakarta. Namun sekali lagi masyarakat sekarang sudah semakin logis. Hal-hal demikian mungkin masih bisa berhasil di era ordebaru tapi tidak era sekarang ini.

Ketika pemerintah sudah dikuasai orang2 dari partai2 serakah yang merampok uang negara besar-besaran. dibutuhkan satu sosok yang bersih dan bersahaja di mata masyarakat. dan hal ini lah yang dilihat masyarakat pada sosok Jokowi. ibarat seorang jujur ingin berperang dengan para koruptor2 yang didukung partai korup. Hanya masyarakat yang bisa mendukung Jokowi bukan partai besar.